Pandanarum Part 2

 Alenia 50,,,,,,Dan aku interpresentasikan dari  kawanku,,Aziz Ponky Jikustik,,!!!!    Pandanarum, agaknya pagi ini rautnya mulai keriput rupa. Daun kangkung itu mulai menguning ramping. Batang batang Gelagah wangi merunduk bungkuk, daunnya kusam muram, Daun daun pisang mulai mengering, hanya beberapa lembar yang semarak hijau merdu. Namun lihatlah kawan,,!! Burung gereja itu, burung haji itu, burung pipit kepala hitam, Burung pipit kepala putih, burung cit, burung jendet, suri mbombok kepala putih, gentilang, dali, kumbang, Ulat bulu, capung, lamut lamut, banyak lagi hewan dan tumbuhan yang tak pernah aku tahu penamaannya bersorak sorantai, gemuruh “cat cuet cit cit wek wuek pit pit,,,” jungkir balik di sela sela
gelagah, kemudian take off menuju juntai pohon jati, pohon pisang yang buahnya bergelantungan. Meluncur dahsyat bak pesawat tempur boing, Hingga lending kembali keharibaan Pandanarum, diatas daun daun kangkung dan gelagah gelagah. Yuyu – kepiting sawah – berjalan miring, mengacung acungkan cupitnya yang besar nan mencengkram. Tak ada yang berubah darinya, sama seperti pertama aku melihatnya. Terowongan tanah rumahnya berlumpur karena kemarin malam hujan turun dengan lebatnya. Mereka – kepiting kepiting sawah itu – girang gemirang. Merajuk pagi dengan memperlebar terowongan tanah rumahnya, karena memang itulah tempat singgahnya, tempat anak beranaknya. Tanah paling dalam didorongnya miring keatas, terus dan terus. Menggununglah diseputaran lingkar terowong rumah idaman - Rumah Yuyu -. Tiada yang bersedih disini, di Pandanarum ini, apalagi bersilang sengketa. Hanya akulah kawan, aku yang kini dirundung sedih disini. Di Pandanarum ini. Dua burung pipit kepala putih itu agaknya tak lagi berkawan denganku, mereka seperti sedang mengejekku. Mereka bertengkar satu sama lain. Tak lama kemudian mereka –kedua burung pipit kepala putih- saling mematuk matukkan kepala. Pertama sang pejantan mematukkan kepalanya kepada sang betina, kemudian berbalik. Begitu seterusnya. Namun tak lama bergurau sandau. Burung Pipit kepala putih –sang jantan- berubah arah, berubah pause, moving up. Ia berdiri diatas burung betina itu. Ih..ih..ih..!!! kurasa tak perlu kulanjutkan cerita ini kawan. Pastilah banyak orang akan mensensor adegan ini. “ Sungguh tiada yang berkawan “ kadang aku merasa begini, begitu pula Tuhanku sendiri,,Ah!!! Betapa tak adilnya dunia ini. Mengapa Kesedihan selalu menderma dengan takjubnya padaku, mengapa pula kepedihan juga tak kunjung purna..Ah..lagi lagi aku merasa betapa tak adilnya dunia ini. “ aku minta pada Allah bunga yang cantik, indah nan harum, tapi aku diberi kaktus yang penuh duri,,” “ aku minta kembali pada Allah seekor hewan mungil nan lucu,,tapi apa?? Aku malah diberi ulat bulu,,               Sungguh memang betapa tak adilnya dunia ini, Tak adil. Sungguh Tuhan sama sekali tak lagi sayang pada hambaNYA ini. Kadang aku merasa benci sangat amat pada pemberian Tuhan itu. Namun lihatlah kawan,,Lihatlah,,,   “ Kini, Pagi ini Kaktus itu berbunga, ternyata sungguh cantik nan indah tak terhingga,,“ “ Lihat pula ulat bulu itu kawan,,Ia berubah menjadi kepompong dan kemudian menjadi Kupu kupu, ia kepakkan sayapnya yang indah gemulai, dan terbanglah kupu kupu itu,,Sungguh indah bukan buatan, sungguh betapa menakjubkannya semua ini, dulu aku membencinya, tapi kini aku tertegun memandangnya,,”   Sungguh semua pasti ada sesuatu yang tersirat. Sungguh segala sesuatu itu butuh proses. Sungguh, sesungguhnya kesabaranlah yang merubah segala sesuatunya. Sungguh, Sesungguhnya tiada yang pernah tahu betapa indahnya rencana Tuhan untuk kita.    Sering aku menyaksikan semua ini,,kawan!! namun ketika permukaan hati tak lagi rapi. Kesedihan merajai, hal yang mungkin kebanyakan orang sangat amat sepele ini, suasana Pandanarum ini, Kaktus itu, Ulat bulu itu..kawan!! yang merubah segalanya, perapian semangat batinku. Sontak lantang gemuruh. Lari terbirit birit itu yang namanya kepedihan berikut kesedihan. Sekali lagi aku ingin katakan kawan!!! beruntung aku pernah tinggal disini. Di suasana seperti ini. Tiada yang pernah aku duga dari semua ini, Pandanarum ini. Andai aku punya kamera foto yang mumpuni akan ku bagikan padamu kawan, pandanarum ini padamu,,hanya untukmu kawan!! Sakwa sangka Tuhan menciptakan berbagai kesedihan di sebagian kebahagiaan. Meluapkan kepedihan diseputaran hari. Namun inilah hidup, kesedihan kepedihan tak ubahnya alenia alenia pembaharuan, potongan potongan mozaik rasa kopi tanpa gula sebiji pun, detik detik sesaat makan buah coklat asli tanpa olahan, sama halnya “jamu paitan” buatan Ibunda tercintaku yang warnanya hitam legam, rasa pahitnya 7 tingkatan. Jika tiada pahit maka tak ada rasa yang bisa didefinisikan manis. Begitulah seterusnya, dan begitu pulalah kawan rasa rasanya hukum alam yang dulu telah disematkan dalam hidup ini. Menjadi orang yang bersedih itu memang menyakitkan. Apalagi tergauli kepedihan. Namun aku rasa inilah tingkatan hidup kawan!!   “ Kadang aku merasa hidup ini memang tak adil,,tapi itu tak menyelesaikan masalah “

Di rekrut Oleh Tiga Juli (Mas KOT)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites